Kamis, 01 Maret 2018

makalah OBJEK PENDIDIKAN


          OBJEK PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tafsir
Dosen Pembimbing: Ibu Isti’anah





Disusun Oleh:
                            1. Muchammad Sholichus Shobah             (1410210003)
                            2. Muhammad Luthfi Maulana                   (1410210008)
                            3. Muhammad Noor Firdaus                      (1410210013)
 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH/PBA
TAHUN 2014 / 2015


Bab I
Pendahuluan
A.  Latar Belakang
     Dalam dunia pendidikan seorang pendidik (orang tua, guru, kyai, tokoh, cerdik-pandai) berposisi sebagai subyek. Sementara anak didik tidak dapat dianggap sebagai byek, meskipun terhadap mereka inilah proses pendidikan ditujukan. Sementara lingkungan merupakan kesatuan yang berpautan secara utuh dan erat antara subyek dan obyek pendidikan.[1]
     Allah SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini, agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat dulu kemudian kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya, akan lebih bermanfaat dan seruannya akan lebih berhasil. Allah juga menyuruh agar bersikap tawadhu kepada pengikut-pengikut yang beriman, bersikap baik keapad mereka, dan ikut menggung kesusahan yang mereka mau menerima nasehat. Dalam makalah ini akan sedikit membahas terkait dengan obyek Pendidikan berdasarkan Al Qur’an. Yang terkandung dalam QS At Tahrim Ayat 6, QS. Asy Syu’araa Ayat 214, QS. At Taubah: 122 dan QS. An Nisaa’: 170.
    
B.  Rumusan masalah
1.  Siapakah obyek pendidikan berdasarkan QS At Tahrim Ayat 6?
2.  Siapakah obyek pendidikan berdasarkan Asy Syu’araa Ayat 214?
3.  Siapakah obyek pendidikan berdasarkan QS. At Taubah: 122?
4.  Siapakah obyek pendidikan berdasarkan QS. An Nisaa’: 170?




C.  Pembahasan
1.      Obyek Pendidikan Berdasarkan Qs At Tahrim Ayat 6.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (٦)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat berdiri sendiri dalam mencukupi kebutuhannya. Dalam kehidupan, ia selalu terkait dengan yang lain, baik lingkungan maupun keluarga. Dalam hal ini, keberlangsungan pendidikan setidaknya terkait dengan tiga unsur, salah satunya adalah keluarga.
Ayat ini memberikan gambaran bawa dakwah dan pendidikan harus diawali dari lembaga yang paling kecil, yaitu diri sendiri dan keluarga menuju yang besar dan luas. Ayat ini awalnya berbicara masalah tanggung jawab pendidikan keluarga, kemudian diikuti dengan akibat dari kelalaian tanggung jawab yaitu siksaan. Dalam membicarakan siksaaan, Al-Qur’an menyebutkan bahan bakar neraka, bukan model dan jenis siksaannya. Sementara bahan bakar siksaan didalam ayat ini digambarkan berasal dari manusia. Hal ini mengisyaratkan bahwa kegagalan dalam menanamkan nilai-nilai pada diri manusia berawal pada kegagalan dalam mendidik masa kecilnya, dalam lembaga yang terkecil yaitu keluarga. Kegagalan pendidikan dalam usia dini, akan menyebabkan manusia terbakar emosinya oleh dirinya sendiri yang tidak terarahkan pada usia dininya.
Mengenai firman Allah subhanahu wa ta’ala,  قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا  “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka”, Mujahid (Sufyan As-Sauri mengatakan, “Apabila datang kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu”) mengatakan : “Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Sedangkan Qatadah mengemukakan : “Yakni, hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Allah kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka.”
Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, dimana mereka mengatakan : “Setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, berbagai hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya.
Menurut Tafsir dari Departemen Agama Pemerintah Indonesia, dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.

2.      Obyek Pendidikan Berdasarkan Asy Syu’ara Ayat 214.
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ (٢١٤)
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy Syu'ara': 214).
Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat.
”Al Aqrobyn” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Mutalib, lalu Nabi saw. memberikan peringatan kepada mereka secara terang-terangan; Demikianlah menurut keterangan hadis yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Namun hal ini bukan berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Muthollib, tetapi juga untuk seluruh umat Islam. Sebab sesuai kaidah ushul fiqh: ”...dengan umumnya lafadz, bukan dengan khususnya sebab”.
Dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat ayat ke-215: ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215). Jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat Islam.
Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat ini turun Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah aku tidak pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka, siapakah di antara kamu yang bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta khalifahku?” Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara hadirin beliaulah yang paling muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya, Rasulullah Nabi. Aku (bersedia menjadi) wazirmu dalam urusan ini”. Lalu Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya Ali ini adalah saudaraku dan washiku serta khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata kepada Abu Thalib: “Kamu disuruh mendengar dan mentaati anakmu”
Umat Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati. Sebagaimana sabda Nabi SAW: “ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: Saya bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim). Maka kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.
3.      Obyek Pendidikan Berdasarkan Qs. At Taubah Ayat 122.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (١٢٢)
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah: 122)
 Dalam ayat ini juga terdapat dua lafadz fi’il amar yang disertai dengan lam amar, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu agama) dan lafadz (supaya mereka memberi peringatan), yang berarti kewajiban untuk belajar dan mengajar.
 Adapun proses belajar dan mengajar sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau yang artinya: ”Dan darinya (Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda: barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikitpun dari padanya. (HR. Muslim).
 Asbab nuzulnya adalah Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi SAW mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang (semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat (untuk memperdalam pengetahuan mereka).
Yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.
 Kesimpulan: maka tidak sepatutnya seluruh kaum muslimin pergi berperang (jihad), namun harus ada juga yang harus belajar dan mengajar. Sebab proses tarbiyah sangat pentingbagi kukuhnya Islam. Rosul SAW bersabda (artinya): ”Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)” (HR. Syaikhani)

4.      Obyek Pendidikan Berdasarkan Qs. An Nisaa’ Ayat 170.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا (١٧٠)

”Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Qs. An Nisa’: 170)
 Dalam ayat ini Allah menyeru kepada manusia untuk beriman, sebab sudah ada Rosul (Nabi Muhammad SAW) yang diutus untuk membawa syari’at yang benar.
Lafadz An Naas pada saat turunnya ayat adalah kepada ahli kafir Mekah. Adapun manusia, karena adanya kesamaan jenis, ukhuwah basyariyyah, maka dakwah dan tarbiyah kepada non muslim pun harus tetap dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik.
 Nabi SAW bersabda yang artinya: “Dari Abdullah Ibn ’Amr Ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: sampaikanlah dariku walau sat ayat…..” (HR. Bukhory)



D.  Penutup
1.      Kesimpulan
Manusia baik yang muslim maupun non muslim merupakan objek dakwah dan tarbiyah. Namun disini perlu diluruskan, bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus dengan kekerasan dan perang, tetapi dengan jalan yang hikmah, mauidzoh hasanah, dan argumen yang bertanggung jawab.
Secara terperinci Obyek pendidikan meliputi pada:
1.       QS At Tahrim Ayat 6 yaitu Keluarga
2.      Asy Syu’araa Ayat 214 yaitu Kerabat terdekat
3.      QS. At Taubah: 122 yaitu orang beriman
4.      QS. An Nisaa’: 170 yaitu seluruh manusia.



[1] Munir, Ahmad. 2008. “TAFSIR TARBAWI”. Yogyakarta: TERAS

0 komentar

Posting Komentar