Nama :
Muhammad Noor Firdaus
NIM :1410210013
Narasumber : K.H. Munawir
Waktu : Senin, 7 Desember 2015 10.00 WIB
Tempat :
Rumah Bp Munawir
SEJARAH KYAI
TELINGSING
Sejarah, dalam bahasa Arab, taarikh atau history (Inggris),
adalah cabang ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa.
Definisi serupa diungkapkan oleh Adb. Ar-Rahman As-Sakhaawi bahwa sejarah
adalah seni yang berkaitan dengan serangkaian anekdot yang berbentuk kronologi
peristiwa. Secara teknis formila, Nisar Ahmd Faruqi menjelaskan formula yang
digunakan di kalangan sarjana Barat bahwa sejarah terdiri atas (man+time+space
= history).[1]
Kebudayaan, dalam buku The world University Encyclopedia menjelaskan
bahwa culture adalah The Way of life of a society. It is thetotality
of the spiritual, intellectual, and artistic attitudes shared by a group,
including its tradition, habits, social customs, morals, laws and social
relations. (kebudayaan adalah pandangan hidup sebuah masyarakat; ia adalah
totalitas spiritual, intelektual, dan sikap artistic yang dibentuk oleh
masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan
sosial.[2]
Nama asli Kyai Telingsing adalah The Ling Sing, itu adalah nama asli dari
Tiongkok, China. Karena orang kudus sulit untuk melafalkannya . Ayahnya berasal
dari Arab yang disebut juga dengan “Abah Arab” dan ibunya berasal dari Cina,
disebutkan dari Cina karena dulunya belum ada Tionghoa, yaitu Ny. Denok. Ia
adalah orang pertama yang memperjuangkan agama Islam di Kudus. Ia di beri wasiat
dari Abah Arabnya: “Nek kowe kepengen mulyo donyo lan akherat, jejakku
teruske ngulon,” yang artinya jika dia ingin mulia di dunia dan di akhirat,
maka Kyai Telingsing harus meneruskan dakwah ayahnya ke Kudus. Pada waktu itu
penduduk Kudus masih beragama Hindu-Budha.
Yang dimaksud “jejak” di sini adalah tujuan, dan “ngulon” itu Indonesia karena
Cina itu berada di sebelah baratnya Indonesia. Tidak ada yang tahu bagaimana
cara mbah kyai Telingsing pindah dari Cina ke Indonesia, karena jika dipikirkan
secara logika tidak mungkin karena pada zaman dahulu belum ada kendaraan. Kata
mbah Munawir Ia mendapat sap wangin atau yang sering disebut dengan sapu jagat
Pada waktu itu, Sunan Kudus diperintah oleh Raden Patah berdakwah di Kudus.
Sunan Kudus pun berguru kepada Kyai Telingsing sehingga mereka berdakwah
bersama-sama. Dalam segi kekayaan, mereka berdua sangat berbeda, Sunan Kudus
adalah orang seneng donyo. Sehingga penduduk Kudus Kulon tepatnya daerah
Kauman (sekitar Menara Kudus) memiliki rumah berornamen kayu ukir. Adapun Kyai
Telingsing tidak punya harta, tetapi banyak orang yang meminta keterangan
tentang beliau. Mereka mendapatkan banyak umat termasuk kaum muda. Banyak dari
kaum muda yang ingin menyembelih sapi, tapi Kyai Telingsing dan Raden Fatah melarangnya.
Keduanya mengatakan “Sapi iku disembah wong Budho, lha nek sapi mbok sembeleh
podo wae kowe tukaran karo wong Budho” yang artinya: sapi itu disembah oleh
orang Budha, jika sapi itu kamu sembelih sama saja kamu bertengkar sama orang
budha. Larangan menyembelih sapi oleh Sunan Kudus dan Kyai Telingsing, sampai
sekarang budaya tersebut masih ada. Terutama daerah menara Kudus.
Sunggingan, kata “nyungging” bermakna mengukir sakjerone kendi. Dan
Sunggingan itu ditambahi sendiri. Asal
mula nama daerah ini ketika Kyai telingsing disuruh mengukir sebuah
kendi. Dan kendi itu dibuat menjadi hadiah untuk negara lain. Tapi yang diukir
adalah bagian dalamnya, maka Sunan Kudus marah dan membanting kendi maka
pecahlah kendi itu. Dan pada dasar kendi terdapat tulisan kalimat thoyyibah.
Tidak ada yang tahu cara kyai Telingsing mengukir bagian dalam kendi.
Kyai Telingsing dijuluki sebagai Ulama besar oleh pengikutnya, bahkan
seorang dokter non islam juga yang buka praktek di dekat rumahnya. Makamnya
sering dijadikan tempat wasilah, banyak orang luar daerah yang ke makam untuk
wasilah. Menurut warga, makamnya sangat keramat.
Bp Munawir sebagai Juru Kunci Mbah Kyai Telingsing baru 15 tahun. Beliau
menjadi juru kunci karena turun menurun. Sebelum beliau kakaknya yang menjadi
juru kunci, dan pada saat itu kakaknya masih berumur 13 tahun karena ayahnya
meninggal. Kakaknya menjadi juru kunci pada umur 13 -73/75 tahun. Rumah Bapak
Munawir, disinilah saya melakukan saya wawancara. Rumahnya berada didepan
masjid, rumah beliau dekat dengan makam Kyai Telingsing.
Juru Kunci tersebut menuturkan bahwa makam Kyai Telingsing sangat
keramat. Sehingga banyak dikunjungi oleh orang-orang sebagai jalan washilah. Seperti
orang yang terlilit hutang, tidak punya uang, dan kasus ekonomi lainnya. Saat
penulis mengunjungi makam pun ada tiga orang yang sedang berziarah. Namun bagi
orang yang tidak ingin kena bala’,
mereka cenderung menghindari lewat di sekitar makam Kyai Telingsing.
Bapak Munawir, sebagai juru kunci, membukakan makam Kyai Telingsing dan
membawa kami ke depan makam sebagai tamu. Beliau mengajarkan kami bagaimana
etika masuk ke makam dengan benar. Pertama, kita harus melepas alas kaki untuk
masuk ke serambi makam. Selanjutnya, kita harus mengucap salam, dan bersikap sopan.
Saat sampai di depan makam Kyai Telingsing, beliau memimpin doa. Lalu
menyilakan kami untuk berwasilah.
Pintu
masuk ke dalam makam Mbah Kyai Telingsing
Terlihat ada ikatan antara juru kunci dengan Kyai Telingsing karena
beliau berkisah sempat ditemui Kyai Telingsing beberapa kali lewat mimpi.
Sehingga ada sorot kekaguman saat beliau menceritakan tentang Kyai Telingsing.
Bahkan saat beliau memintakan ijin penulis untuk mengambil beberapa foto, Pak
Munawir Nampak seperti sedang bercakap-cakap langsung dengan Kyai Telingsing.
Mbah
Munir ketika meminta ijin untuk mengambil gambar di makam dan berdo’a.
Warga setempat memandang makam tersebut seperti halnya makam pendiri desa.
Mereka merawat makam, mengadakan buka luwur, bahkan salah satu warga ada yang
rela menyapu seluruh area pemakaman murid Kyai Telingsing di sekitar makam
utama. Sebut saja Zulikah, nenek berumur enam puluh tahunan itu rela menyapu
daun-daun kamboja yang gugur di seluruh area pemakaman setiap hari.
Makam
Kyai Telingsing
Itu sudah menjadi bukti bahwa meskipun Kyai Telingsing sudah tiada, namun
wibawanya masih terpancar. Seluruh Sunggingan menghormatinya sebagai ulama
besar pertama yang mendakwahkan Islam di Kudus. Tentu nama Kyai Telingsing
telah sangat dikenal oleh para ulama, sejarawan, bahkan muslim tionghoa. Semua
kagum pada perjuangan dan kegigihan Kyai Telingsing
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam, 2008, Bandung: Pustaka Setia.
Keren kak makasih ..
BalasHapus