Sistem Pembelajaran Madraasah Diniyyah
Di TPQH As-Sa’diyah
Madrasah
Diniyyah atau yang sering kali disebut dengan “MADIN” adalah sebuah proses
belajar mengajar yang didalamnya diajarkaan sebuah pelajaran tentang agama
islam. Yang biasanya dilakukan oleh para guru agama pada waktu sore hari dan
juga dengan waktu yang singkat yaitu sekitar satu sampai satu setengah jam.
Madrasah
diniyah ini dirintis oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah Jetak Kembang Kudus
sejak tahun 2012, akan tetapi mengalami pasang surut karena kendala murid yang
jumlahnya sedikit. Kurang lebih sampai 8 murid saja, itupun karena dipanggil,
atau didatangi rumahnya. Yang biasanya bertempat di TK ABA III / TPQ Tunas
Melati. Tujuan didirikannya TPQH As-Sa’diyah adalah untuk melanjutkanjenjang
pendidikan agama setelah lulus dari TPQ Tunas Melati.
Dikarenakan banyak dari para santri setelah lulus TPQ
tidak lagi mengkaji Al-Quran.
Madrasah
diniyyah TPQH As-Sa’diyah memang sangat berbeda dengan madrasah diniyyah
lainnya. Perbedaan tersebut menjadi dalam dua kategori yaitu; sitem
pembelajaran dan media. Dalam ketegori media meliputi tempat, waktu, dan alat.
Pembelajaran
non formal semacam TPQ, mainstream mendapatkan tenaga pendidik yang seadanya,
sehingga praktis pembelajarannya monoton, dan terkesan hanya mementingkan aspek
kognitif dalam hal agama. TPQH as-Sa’diyah menggunakan peluang dari poin ini untuk
memaksimalkan stimulasi yang bisa diberikan kepada murid-muridnya. Berbagai
metode yang tidak terpancang pada teori berhasil terlaksana. Keunikan ini
menjadi magnet tersendiri bagi anak-anak yang tidak terikat secara registratif,
namun datang sesuai keinginan hatinya. Mengingat perbedaan usia, tingkat
pemahaman dan kemampuan mental, lembaga non formal yang berisi sekitar dua
puluh anak ini menjadi layaknya kelas lintas usia yang inklusif. Pertukaran
pikiran mudah sekali terinteraksikan, sehingga ada percepatan pematangan
kemampuan secara kognisi maupun mental. Hal ini tentu menjadi titik
positivistis apabila TPQH ini layak disebut sebagai lembaga yang terus berkembang.[1]
Dan
anehnya para santri TPQH ini tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun, alias gratis. Bahkan setiap selesai belajar,
santri ini di beri sedikit jajan dan minuman. Daya tarik inilah yang memicu
para orangtua untuk memberi jajan secara cuma-cuma kepada para santripada
hari-hari tertentu sebagai pengganti jajan yang biasanya diberikan oleh pihak
TPQH itu sendiri.
Oleh Muhammad Noor Firdaus
0 komentar
Posting Komentar